Naskah bahasa Indonesia
Persahabatan adalah segalanya, begitu juga dengan keempat anak dalam cerita ini. Mereka lebih sangat persahabatan mereka, walaupun ada yang mempunyai perasaan lebih dari seorang sahabat tapi, mereka dapat mengatasi itu. Sampai akhirnya mereka mengetahui rahasia yang selama ini di sembunyikan.
Pagi-pagi sekali Atha dan Annes sudah tiba di sekolah. Mereka berniat meminta izin kepada kepala sekolah untuk melakukan camping di gunung bersama anak-anak kelas 8 yang lain.
Atha: “Nes, cepetan dong! Biar banyak waktu ngomong sama Bu Chandra tentang rencana kita ini,”(tergesa-gesa dan berlari kecil)
Annes: “Iya, iya tunggu, tali sepatuku lepas.” (sambil jongkok)
(Atha diam sedang menunggu Annes)
Atha: ”Assalamu’alaikum” (sambil mengetok pintu)
Bu Chandra: ”Wa’alaikumsalam, silahkan masuk”
Atha: ”Pagi bu, begini bu, saya selaku wakil dari teman-teman saya, saya ingin menyerahkan proposal tentang kegiatan camping kami bu. Semoga ibu bisa mengizinkannya, karena kegiatan ini sudah rutin kami lakukan dan untuk kali ini kami semua setuju tidak mencari lokasi yang jauh seperti biasanya. Terima kasih bu”
Bu Chandra: ”Atha, ibu mengerti keinginan kamu dan teman-teman tapi, kamu tahu kan sekolah kita sedang kekurangan dana untuk kegiatan seperti itu. Ibu pribadi tidak pernah menghalangi keinginan kalian tapi, pihak sekolah yang melarang” (dengan muka bersalah)
Annes: ”Maaf bu, saya punya usul, bagaimana kalau kami mengadakan penggalangan dana untuk acara ini? Apa ibu setuju?”
Atha: ”Benar bu, saya setuju sama Annes.”
Bu Chandra: ”Baiklah, ibu akan bicarakan lagi dengan para guru dan nanti pada rapat kedua akan ibu bicarakan dengan OSIS.”
(Bel berbunyi)
Bu Chandra: ”Sudah bel, lebih baik kalian segera menuju lapangan.” (seraya berdiri)
Annes & Atha: ”Baik bu.” (keluar ruangan)
Annes dan Atha segera menuju lapangan untuk melakukan kegiatan upacara.
Di lapangan anak-anak sudah berkumpul dan berbaris.
Arya: ”Kemana aja? Di cariin sama bu Anggi.” (bisik-bisik)
Annes: ”Kita abis ngomong sama bu Chandra tentang rencana akhir tahun kita.” (berbisik)
Arya: ”Ooh. Terus apa kata bu Chandra?” (berbisik)
Emir: ”Paling ga dibolehin, kan? Kemaren-kemaren juga kayak gitu.” (nada kesal)
Atha: ”Ntar deh aku ceritain.”
Pak Lian: ”Kalian berempat, maju kedepan! Annes, Atha, Arya dan Emir cepat!” (setengah berteriak)
Annes, Atha, Arya & Emir: “Iya pak.”
Karena mengobrol keempat sahabat itu disuruh maju dan dihukum ditengah lapangan sampai jam pelajaran pertama berjalanan setengah jam.
Annes: “Adu, kepala aku pusing nih. Kita belum boleh balik ya?” (sambil memegang kepala)
Arya: ”Sebentar lagi ya, Nes.” (wajah kasihan)
Annes: ”Tapi, aku pusing banget. Kalian kan tahu aku enggak boleh kena matahari lama.” (memegang kepala sambil memijatnya)
Atha: ”Iya aku tahu. Sabar bentar lagi ya, Nes.” (wajah kasihan)
Sekitar tiga menit setelah percakapan terakhir mereka, tiba-tiba Annes pingsan.
Atha: “Annes? Annes? (sambil berjongkok) Arya, Emir tolongin! Ini Annes pingsan terus mimisan. Aduh gimana nih? Cepetan dong!” (panik)
Emir: “Ayo, Ya angkat ke UKS! Cepetan sini, gotong berdua” (posisi mau ngangkat)
Arya: “Iya, iya,” (ngangkat)
Pak Joni: “Annes kenapa de? Bapak bantu ya?” (prihatin dan siap-siap membantu)
Atha: “Bapak tolong panggil Bu Deny ya pak, yang jadi dokter di UKS. Makasih pak.” (terburu-buru)
Pak Joni: “Oh iya neng, bapak panggilkan.” (sambil pergi)
Mereka bertiga membawa Annes yang pingsan ke UKS untuk diperiksa oleh dokter yang biasa bertugas dengan sukarela.
Atha: “Aduh, mana sih bu Deny! Biasanya Bu Deny ada disini terus. Gimana nih?” (panik)
Emir: ”Ya udah, tunggu dulu. Aku mau bersihin mimisannya Annes.” (Bertepaatn dengan datangnya Bu Deny)
Bu Deny: ”Maaf, tadi ibu dari kamar mandi. Annes kenapa?” (gelisah)
Arya: ”Tadi dia pingsan, kami berempat dijemur di tengah lapangan dan Annes gak bisa kena matahari lama-lama...”
Atha: ”...Jadinya pingsan dan mimisan bu.”
Bu Deny: ”Ya udah, ibu periksa Annes dulu.” (mendekat ke Annes)
(Atha, Arya dan Emir bercakap-cakap selagi Bu Deny memeriksa Annes)
Atha: ”Pak Lian sih nyuruh-nyuruh kita berdiri di tengah lapangan! Gak tau apa Annes tuh sakit?!” (sambil berlipat tangan)
Emir: ”Tapi, kan kita juga yang salah. Ngobrol waktu upacara.”
Atha: ”Yaa tapi gak bisa gitu dong! Pak Lian kan tau kalau Annes sakit.” (nada gak mau kalah)
Emir: ”Tapi, Tha...”(dipotong Arya)
Arya: (memotong pembicaraan Atha dan Emir) “Udah… udah. Jangan berantem gara-gara kayak gitu aja deh. Di sini gak ada yang salah, gak ada juga yang bener. Sekaarng gua mau kasih tau tante Hanna.” (seraya pergi)
(Emir dan Atha bingung)
Atha: ”Kenapa tuh anak? Kesambet? Tumben bener ngomongnya gak ngaco.” (ekspresi bingung)
Emir: ”Tau dah. Gua aja bingung, Tha.” (geleng-geleng kepala)
Di depan telfon umum Arya sedang berfikir untuk apa dia berada di sana.
Arya: “Ngapain gua kesini? Kok gua ngaco ya? Emir sama Atha juga gak ada.” (tampang bingung)
Sesaat kemudian…
Arya: “Oh iya (menepuk jidat), gua kan mau nelfon tante Hanna, ngasih tau kalo Annes sakit. Arya...Arya... kenapa sih lu?(geleng-geleng kepala) Mmmh nol...delapan...satu...dua...satu...delapan...delapan...satu...enam...satu...satu(wajah menunggu)
Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya telfon diangkat juga
Tante Hanna: ”Halo Assalamu’alaikum. Siapa ya?”
Arya: ”Wa’alaikum salam. Tante ini Arya...”
Tante Hanna: ”Kenapa Ya?”
Arya: ”Annes pingsan tante terus dia mimisan juga, sekarang dia ada di UKS.”
(hening)
Tante Hanna: ”Kamu yang bener Ya? Ya udah tante kesana sekarang.” (suara panik)
Arya: ”Ya beneranlah tante. Cepet ya tante!” (panik)
Tuuuuuuuuuuuuuuuuuut…
Setelah menelfon Tante Hanna, Arya kembali ke UKS.
Emir: ”Tuh, anaknya Tha.” (seraya nunjuk ke arah Arya)
Arya: ”Nape nunjuk-nunjuk ane?” (gaya ngesok)
Atha: ”Udah ditelfon belum?” (sambil tampang was-was)
Arya: ”Udah dong, tenang aja. Bentar lagi katanya mau kesini.” (sambil duduk sebelah Atha)
Atha: “Ngapain lu?” (melotot)
Arya: (nyengir)
Emir: “Lu bedua ya? Udah kayak apaan aja deh.” (geleng-geleng)
Singkat cerita, Annes sudah sembuh dan kembali ceria. Lalu, anak kelas 8 juga diizinkan mengadakan camping tahunan.
Pak Lian: “Annes, atas kejadian kemarin, bapak benar-benar minta maaf. Bapak tidak bermaksud mencelakakan kamu.” (wajah bersalah)
Annes: “Gak masalah, Pak. Saya juga yang salah Pak.” (wajah santai)
Pak Lian: “Ya, sudah. Bapak ke sana dulu ya.”
Annes: (mengangguk)
Annes: ”Atha mana ya?” (celingak-celunguk)
Atha: ”Hoi!(menepuk punggung) kemane aje lu? Ati-ati, jangan sendirian di sini.” (wajah waspada)
Annes: “Kaget tau! (muka kaget) Ah ya sudahlah terserah mau ngomong apa. Yang lain mana?”
Atha: “Lagi pada beres-beres di tenda masing-masing.”
Annes: “Ooh, pantesan. Ke sana yuk, Tha.” (menarik tangan Atha)
Annes dan Atha menghampiri teman-teman mereka di lain sisi pegunungan.
Dania: ”Tha, Atha, abis ini kita sebenernya ngapain sih? Jadwalnya ga jelas.” (nunjukin kertas)
Atha: ”Kita santai-santai dulu aja. Pasti kan masih pada cape, Dan.”
Dania: “Oh, ya udah deh. Gua bilang ke anak-anak ya. Bye.” (melambaikan tangan)
Emir: ”Hai, hai, hai! Ke sana yuk! Kumpul sama yang lain.” (menarik tangan Atha dan Annes)
Atha & Annes: (mengangguk & mengikuti)
Mereka mengisi acara sore dengan minum teh dan makanan ringan serta ada beberapa penampilan dari para guru dan murid.
(para guru dan murid menampilkan sesuatu untuk menghibur)
Pada malam hari mereka semua melakukan perenungan tentang kelakuan mereka akhir-akhir ini dan ada acara barbeque.
Tania: “Eh, eh, siapa lagi nih yang mau?” (mengangkat piring)
Annes: “Annes, Annes!” (menghampiri sambil berlari kecil)
Arya: ”Pelan-pelan, Nes. Nanti jatuh lagi.” (suara perhatian)
Annes: (nyengir)
Emir: ”Kenapa lu? Tumben jadi perhatian gitu sama Annes?” (bisik-bisik)
Arya: ”Masa sih? (salah tingkah) Perasaan lu aja kali, Mir.” (mengelak)
Emir: ”Serius, Ya. Biasanya kan lu cueknya minta ampun sama Annes.” (bisik-bisik)
Arya: ”Serius juga nih gua. Gua ngerasa lagi pengen deket aja sama Annes. Engga tau kenapa.” (muka pasrah)
Emir: ”Hahahaha”
Arya: ”Ngapain ketawa?” (nada agak ga suka)
Emir: ”Cinta berulang nih. Dulu kan lu pernah suka sama Annes, terus gara-gara lemot lu ga jadi. Hahahahaha.” (heboh)
Arya: “Enggalah ,Mir. (terdiam beberapa saat) Tuh…tuh…tuh si Atha. Diem lu!” (menunjuk ke arah Atha)
Atha: “Ada acara lagi tuh buat anak laki-laki. Udah ditungguin dari tadi, CEPET!” (teriak karena ga didengerin)
Semalaman anak-anak tidak ada yang bisa tertidur lelap karena hujan deras disertai gemuruh petir yang tidak berhenti.
Di pagi buta, ada teriakan dari seseorang
Bu Alin: “ANAK-ANAK AYO BANGUN!!! PAGI INI KITA AKAN ADAKAN ACARA PENTING!!! AYO BANGUN! BANGUN! BANGUN!” (teriak semangat)
(hening)
Bu Alin: “Kok pada gak bangun ya, Bu?” (muka bingung)
Bu Candra: (ekspresi ada ide) “KEBAKARAN! KEBAKARAN! KEBAKARAN!” (setelah itu cengar-cengir)
(suara ribut dari dalam tenda, Bu Candra dan Bu Alin liat-liatan, satu persatu anak-anak keluar dari tenda dan panik)
Gita: ”Mana kebakaran bu?”
Andin: ”Mana mana?”
Hafiz: ”Kebakaran, kebakaran... mana bu???”
Beberapa anak: ”Tolong, tolong!!!” (lari-larian)
Bu Candra: ”Oke, anak-anak! Tenang! Kebakarannya tidak ada. Itu hanya cara untuk membangunkan kalian. Sekarang berbaris sesuai kelompok dan dengarkan instruksi dari Pak Lian!” (nada santai)
Semua: ”Yaaa Ibu...! Kirain beneran!!” (anak-anak langsung berbaris)
Pak Lian: ”Baik anak-anak, Bapak akan membriefing kalian tentang kegiatan pagi ini. Sekarang kita akan bermain ’Cari Jejak’. Setiap ketua kelompok akan di beri petunjuk pertama dan kalian harus segera sampai di pos I. Lalu, di setiap pos itu ada pertanyaan yang akan membantu kalian menemukan pos selanjutnya, sampai akhirnya kalian tiba kembali disini. Mengerti?”
Semua: ”Ngertiiiiiiii...” (serempak)
Anak-anak bersiap-siap menuju tempat yang dimaksud dan setiap ketua kelompok diberi sebuah petunjuk.
Arya: ”Gua gak ngerti gambar petanya. Ada yang ngerti dari kalian?” (sambil nunjuk-nunjuk)
(Atha, Annes dan Emir kelihatan mikir ngeliatin peta)
Annes: ”Ok, aku ngerti petanya. Ini kan pake huruf Yiddi.
(Atha, Arya, Emir muka ga yakin)
Annes: “Kenapa? Ga yakin sama aku?” (diam sejenak) ”Dengerin ya. Jadi, dari sini kita kesini terus ada jalan cabang kita kesini terus aja. Nanti ketemu tanda kayak gini kita jangan lewat sini tapi, lewat sini. Terus ketemu pos selanjutnya. Lalu, jalan lagi dan ada tanda ini jadi, lewat sini jaraknya sekitar 150 meter baru ada pos tiga. Terus pos-pos selanjutnya tinggal ikutin jalan aja. Ya udah, yuk!” (muka semangat)
Arya: ”Oh iya iya. Ayo! Yang lain belom pada berangkat tuh!”
Emir: ”Belom ada aba-aba disuruh berangkat!”
Arya: (nyengir)
Akhirnya, mereka hanya dudk-duduk dan mengobrol sambil menunggu aba-aba tanda dimulai di beri tahu.
Bu Alin: “Anak-anak! Sekarang kalian bisa berangkat, para guru sudah menunggu di pos masing-masing!”
(anak-anak langsung menuju jalan yang ada pada peta)
Setelah beberapa menit, empat sahabat itu sudah perempat jalan.
Annes: (megangin kepala)
Emir: ”Kenapa Nes? Sakit?” (cemas)
Annes: ”Enggak, enggak. Udah lanjut yuk.” (lemas)
Arya: ”Jangan maksain, Nes. Kalau capek, kita istirahat dulu.” (cemas)
Annes: ”Beneran deh, aku engga apa-apa kok. Nanti kita keduluan, ayo ah!” (mengalihkan pembicaraan)
Akhirnya mereka melanjutka perjalanan. Ketika mereka sampai di pos ke-empat. Namun, sepertinya terjadi sesuatu.
Annes: (pingsan)
Atha: ”Nes, Nes! Jangan pingsan! Kamu kenapa Nes? Sadar dong sadar!” (cemas)
Mendengar suara Atha yang sangat cemas, Arya dan Emir berbalik arah.
Arya: ”Annes?! Annes?! Bangun Nes!! Emir! Ayo cepetan bantuin gua angkat Annes!” (sangat cemas)
Emir: “Iya, iya!” (kaget)
Mereka membawa Annes ke pos terdekat yang di jaga guru mereka.
Pak Rahmad: “Ini kenapa ini? Annes kenapa, Arya?” (cemas)
Atha: ”Saya juga ga tau, Pak. Tiba-tiba Annes pingsan di samping saya.” (hampir nangis)
Pak Rahmad: ”Baik, baik. Mari kita bawa Annes ke puskesmas terdekat dan kamu, Arya, telfon ibunya Annes.” (terburu-buru)
Arya: ”Baik, Pak.”
Pak Rahmad: ”Pos 4...pos 4... Annes pingsan. Sebaiknya acara diselesaikan…”
Pak Lian: “Iya…iya… Annes pingsan? Baik acara akan saya hentikan… Annes akan di bawa kemana?”
Pak Rahmad: ”Saya di bantu anak-anak di sini akan membawa Annes kesana karena, keadaannya sangat parah, dia mimisan dan bibirnya serta wajahnya memucat...”
Pak Lian: ”Baik Pak.”
Pak Rahmad dan beberapa anak membantu membawa Annes ke tempat tenda. Ketika sampai di lokasi, Tante Hanna, ibu dari Annes sudah tiba dan langsung panik.
Tante Hanna: ”Annes, Annes... Ini mama, kamu bangun, Nak.” (histeris dan nangis)
Atha: ”Tante, Tante... sabar yaa. Aku yakin, Annes pasti baik-baik aja, Tan.” (prihatin)
Tante Hanna: ”Iya, Tha. Kamu doa’in ya. Semoga dia baik-baik aja.” (terisak)
Atha: (mengangguk)
Annes tengah diperiksa oleh dokter jaga yang di bawa dari sekolah. Setelah beberapa saat.
Dokter Aman: ”Ibu, mohon maaf sebelumnya. Ibu haru bisa menerima semua ini. Ini kehendak-Nya.”
Tante Hanna & Arya: ”Kenapa, Dok?” (barengan dan cemas)
Dokter Aman: ”Annes, sudah dipanggil yang maha kuasa, Bu. Saya mohon ibu bisa menerimanya.”
Tante Hanna: ”Terima kasih, Dok. Mungkin begini lebih baik...” (menangis)
Atha: ”Tante, sabar yaa. Aku sama yang lain juga sangat kehilangan Annes. Kami yang maksa Annes agar mau ikut.” (merasa bersalah)
Tante Hanna: ”Tidak Atha. Ini memang sudah takdir dari yang mahakuasa.” (suaar tabah)
Pak Lian: ”Maaf, Bu, apa tidak sebaiknya Pak Alman diberi tahu tentang Annes?” (agak takut-takut)
Bu Chandra: ”Maaf, Bu, bukan maksud Pak Li.....” (merasa bersalah)
Tante Hanna: ”Tidak apa-apa, Bu. Saya akan memberitahu papanya, Beliau masih berhak atas apapun yang terjadi terhadap Annes.” (segera menelfon)
Sesaat semua jadi terdiam. Seakan-akan mereka tak tahu harus berbuat apa.
Arya: ”Annes, Annes gimana? Kita kuburin sekarang? Sholatinnya kapan?” (sedikit panik)
Pak Lian: ”Kita tunggu Ibu Hanna.”
Tak beberapa lama kemudian Tante Hanna selesai menelfon.
Tante Hanna: ”Saya akan membawa Annes ke Jakarta.”
Bu Chandra: ”Apa tidak lebih baik di mandikan dahulu?”
Tante Hanna: ”Apa disini ada puskesmas terdekat?”
Pak Rahmad: ”Ada bu. Kalau kita turun ke bawah, disana ada puskesmas. Mari kita lekas kesana.”
Mereka membawa jenazah Annes ke puskesmas terdekat untuk dimandikan serta disholatkan.
(Ibunya serta beberapa guru wanita serta Atha memandikan jenazah Annes)
Setelah selesai dimandikan para laki-laki bersiap-siap untuk menyolatkannya.
(para laki-laki menyolatkan Annes)
Karena hari sudah siang, jenazah Annes segera di bawa ke Jakarta. Di dalam perjalanan Tante Hanna serta ketiga sahabat Annes tak kuasa menahan air mata kesedihannya.
Tante Hanna: ”Makasih ya, di saat-saat terakhir Annes, kalian ada di sisinya. Tante senang sekali Annes mempunyai sahabat-sahabat seperti kalian.” (terisak-isak)
Arya: ”Annes itu segalanya buat kami. Dia yang selalu menjadi penengah saat kami bertengkar, dia yang selalu menyegarkan suasana. Kami sangat menyayangi Annes, Tante.” (terisak-isak)
(Atha dan Emir senyum meyakinkan)
Ketika tiba di Jakarta...
Tante Hanna: ”Tunggu Pak Alman sampai datang, lima belas menit lagi.”
Pak Lian: ”Baik, Bu.”
Setelah itu banyak tamu yang datang kerumah Annes dan mengucapkan bela sungkawa. Lima belas menit kemudian...
Pak Alman: ”Hanna, maafkan saya. Saya terlambat.” (berlalu dan mencium kening Annes)
Tante Hanna: ”Sekarang Annes akan dikuburkan.”
Pak Alman: ”Saya harus ikut.”
Tante Hanna: (mengangguk)
Ketika tiba di makam...
Pak Ustadz: ”Innalilahi wa’inna ilaihi rojiuun. Semoga arwah Annes Nafizah binti Naren Alman di terima di sisi-Nya bersama amal-amal sholehnya selama dia berada di dunia. Amiiin.” (khusyuk)
Pemakaman Annes berlangsung khidmat disertai isak tangis teman, guru, sahabat serta kedua orang tuanya.
Tante Hanna: “Arya, Atha, Emir. Tante ingin bicara penting tentang Annes kepada kalian. Ayo ikut tante.”
Arya, Atha dan Emir mengikuti Tante Hanna menuju rumahnya, tepatnya kamar tidur Annes. Disana banyak terdapat foto-foto keakraban Annes dengan ketiga sahabatnya. Sesaat mereka diam dalam keheningan, sampai Tante Hanna memulai percakapan.
Tante Hanna: ”Tante ingin cerita sesuatu ke kalian. Yang sampai saat ini pun kalian belum pernah tahu.”
Arya: ”Apa itu tante?” (penasaran)
Tante Hanna: “Tentang penyakit Annes.”
Emir: ”Penyakit gimana, Tan?” (penasaran)
Tante Hanna: “Sebenarnya itu Annes sakit parah. Leukimia dan Anemia akut yang tidak ada obatnya. Annes menderitanya dari kelas 6 SD. Sewaktu kelas satu, Tante berniat membawa Annes ke Singapur tapi, katanya Annes tidak mau karena, dia ingin menikmati saat-saat terakhirnya bersama kalian. Dia tidak mau kalau dia ke Singapur malah makin memperburuk keadaannya. Kalian sering liat kan obat-obat yang ada di tas Annes maupun di meja makan? Semua obat itu tidak pernah dia minum dengan teratur. Dan kalian pasti paham mengapa Annes sempat beberapa kali pingsan? Dia sudah tidak tahan dengan penyakitnya lagi. Dan pada saat terakhir kemarin, mungkin dia menyadari kalau kemarin itu hari terakhir dia bersama kalian jadi, dia tidak mau beristirahat. Tante tahu kalian pasti kaget karena baru tahu sekarang. Dari dulu Annes tidak pernah mengizinkan siapapun untuk tahu penyakitnya, apalagi kalian bertiga. Annes sangat menyayangi kalian. Lihat ini.” (menunjukan sebuah diary)
Ketiga sahabat itu membaca buku harian Annes diiringi isak tangis.
Arya: “Maksud dari tulisan ini apay ya Tante? Kok, sepertinya Arya pernah lihat.”
Tante Hanna: ”Arya, maafin Annes. Annes mungkin gak akan lama lagi di dunia ini. Gak akan lama lagi bersama kalian. Kalau nanti Annes sudah gak ada, kalian jangan marah ya sama Annes karena, gak ngasih tau penyakit Annes dari awal. Atha, kamu tuh baik banget sama Annes, kamu bisa buat Annes lebih berani. Emir, kamu juga baik tapi, kadang-kadang kamu suka nyuekin Annes kalau lagi bicara. Arya, kamu gak akan lupa kan sama Annes? Annes tau, Annes emang suka lama kalau lagi mikir tapi, kamu sabar banget kalau Annes lagi ngomong terus lupa. Buku harian ini Annes kasih buat kalian bertiga. Persahabatan kita gak akan putus kan?” (menunjuk kertas seperti membaca)
Atha: ”Annes, Annes, polos banget sih.”
Emir: ”Kita semua pasti akan inget kamu terus, Nes.”
Arya: ”Kita gak akan pernah ngelupain kamu, Nes. Kita sayang banget sama kamu Annes.” (mengusap air mata)
Tante Hanna: ”Oh, iya, satu lagi. Annes menganggap kamu lebih dari sekedar sahabat, Ya.”
Arya: ”Tante... jangan gitulah.”
Emir: ”Idih mukanya merah!”
(Tante Hanna, Emir, Atha tertawa)
Tante Hanna terlihat seru mengobrol dengan ketiga remaja itu. Sampai mereka lupa waktu.
Tante Hanna: ”Pokoknya tante makasih banget sama kalian. Sering-sering main kesini ya.”
Arya: ”Oke Tante.”
Atha: ”Pasti, Tan.”
Emir: ”Janji deh sebulan sekali kesini.”
Mereka sudah mengetahui rahasia Annes, namun meerka bisa menerimanya.
Ketiga sahabat itu akhirnya mengetahui rahasia yang selama ni di tutupi. Sebagaimana sahabat yang baik, mereka bisa menerima semua pengakuan dari sahabat terbaik mereka. Karena sahabat itu harus bisa mengerti dan menerima apapun diri kita.
Comments
Post a Comment